Jumaat, Februari 10, 2012

Sajak Rajawali (W.S Rendra)

Sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri
Rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti


Langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh pengembara


Rajawali terbang tinggi memasuki sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya


Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan
yang terjadi dari keringat matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana


Rajawali terbang tinggi
membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua matamu
wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka.

-- W.S Rendra, Kumpulan Puisi “Perjalanan Bu Aminah”, Yayasan Obor Indonesia (1997).


**********


Biodata Ringkas, Allahyarham Pak Rendra
Allahyarham Willibrordus Surendra Broto Rendra atau Wahyu Sulaiman Rendra -- yang lebih dikenali sebagai WS Rendra adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Si Burung Merak”. Beliaulahir di Solo, Jawa Tengah tanggal 7 November 1935 dan meninggal dunia di Jakarta, 6 Ogos 2009 pada umur 74 tahun.

Berkenaan tokoh besar ini, Sasterawan Negara Almarhum Usman Awang pernah mengungkapkan: “Rendra, penyair terkemuka Indonesia, menuangkan sejarah masa lalu ke dalam acuan masa kini dalam satu bentuk ekspresi yang sungguh mengesankan. Sejarah memang selalu berulang. Dan sasterawan/penyair yang tajam inderanya sering dapat menangkap perjuangan tersebut yang dimanfaatkannya melalui pengucapan artistik.”

Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastera dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusasteraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bahagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”.

Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastera dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul “Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977”.

Sesungguhnya, WS Rendra adalah seorang pejuang kemanusiaan yang tulen melalui karya seninya. Dunia Nusantara kehilangan seorang lagi tokoh yang sukar dicari ganti, yang telah menyumbang banyak kesedaran kepada kita semua menerusi puisi-puisinya.

Hal ini bersesuaian dengan kata-kata Syed Qutb, seorang intelektual dari Mesir yang hidup di awal abad 20, “orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup dan mati sebagai orang kerdil. Dan, orang yang hidup bagi orang lain akan hidup dan mati sebagai orang besar.”

Rendra sering dilambangkan dengan gelaran “Si Burung Merak” (kerana tampak anggun dan gemerlapan). Meskipun beliau telah tiada, Rendra terus mengigal di tengah-tengah belantara kehidupan yang tidka begitu ramah. Suaranya terus lantang kedengaran, menyanyikan lagu-lagu kemanusiaan.

Al-Fatihah.


****


Sumber:
  1. http://www.facebook.com/hasmi.hashim; dan
  2. Rendra, W.S. Puisi-Puisi Rendra, 1996. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.


****

Tiada ulasan:

Catat Ulasan